Pemerintah RI melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI diwajibkan membayar sebesar 1,3 Miliyar Rupiah kepada Rahmawati. Penggugat dalam perkara bernomor 28/G/TF/2022/PTUN.JKT pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Hal ini dipastikan setelah pada Selasa, 20 Juni 2023, Mahkamah Agung RI (MA) mengeluarkan putusan menolak permohonan kasasi dari pemohon Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI.
Dilansir dari laman MA, perkara kasasi dengan nomor 184/K/TUN/TF2023 resmi diputus pada tanggal 20 Juni 2023. Dengan demikian putusan tersebut mengembalikan pada putusan sebelumnya di tingkat banding, yakni memerintahkan pembayaran sejumlah uang dengan total 1,3 Miliyar kepada Penggugat.
Kuasa hukum Penggugat, Erzad Kasshiraghi, S.H., mengatakan putusan tersebut merupakan terobosan hukum di ranah peradilan administrasi, karena sebelumnya tuntutan ganti rugi sejumlah uang terhadap pemerintah lazimnya diajukan di Pengadilan Negeri bukan di Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Kami membawa perkara ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan argumentasi hukum yang cukup kuat karena berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juncto Perma No. 2 Tahun 2019, objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara diperluas tidak hanya keputusan tata usaha negara yang berbentuk tertulis saja yang dapat digugat, tetapi tindakan faktual dari pejabatpun dapat digugat. Baik itu melakukan sesuatu (mission) atau tidak melakukan sesuatu (omission), bahkan tindakan pejabat yang memotong pita peresmian suatu proyek dapat digugat sepanjang itu merugikan masyarakat”. Kata Kuasa hukum Penggugat, Erzad Kasshiraghi, S.H.
Dalam perkara ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang terbukti tidak melakukan perbuatan konkret melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga menimbulkan kerugian kepada Penggugat. Perbuatan tersebut dikualisifikasikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum oleh Pejabat by Omission atau onrechtmatige overheidsdaad.
Advokat muda spesialis perkara tata usaha negara ini pun melanjutkan “sebenarnya ada juga hambatan menuntut ganti kerugian melalui PTUN, karena menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.43 Tahun 1991 tuntutan ganti kerugian di limitasi maksimal hanya 5 juta rupiah. Namun dengan argumentasi bahwa limitasi tersebut tidak dapat diterapkan dalam perkara ini. Karena norma dalam PP tersebut hanya mengikat terhadap perkara dengan objek gugatan, berupa keputusan tertulis dari pejabat, sementara untuk perkara perbuatan melawan hukum oleh pejabat tidak dapat dilimitasi nominal ganti kerugiannya, dengan argumentasi demikian majelis hakim sependapat, hingga akhirnya tuntutan kami sebesar 1.3 Miliyar Rupiah dikabulkan seluruhnya”. Kata Kuasa hukum Penggugat, Erzad Kasshiraghi, S.H.